Jipie Gallendra - Rizki Irawati Wael
akhirnya ngerasain juga yang namanya harus bangun jam 3 pagi dan nyiapin sahur buat suami. setelah sebelumnya selama belasan tahun terakhir saya cukup duduk manis di meja makan 30 menit sebelum imsak, sekarang saya harus bangun lebih cepat dan sibuk berkutat di dapur.

dan sekarang saya ngantuk di kantor,hehehe :P

Sebenarnya saya nggak abis pikir,kenapa setiap menjelang ramadhan mal-mal itu penuh luar biasa,semua orang belanja seakan-akan nggak ada hari esok. Akibatnya harga sembako pun melonjak tinggi dan terbentuk gaya hidup baru. Konsumtif menjelang hari raya. sehingga makna dari ramadhan dan bahkan idul fitri itu sendiri menjadi absurd dan tergilas oleh zaman.

Banyak dari kita menghadapi ramadhan justru mengeluarkan biaya lebih. Makanan-makanan lezat tersaji di meja makan, menu yang tidak biasanya ada di hari-hari biasa. Ramadhan yang seharusnya menjadi momentum bagi kita untuk turut merasakan "penderitaan" kaum dhuafa justru berubah jadi pesta makan-makan besar di mal-mal setiap azan magrib berkumandang.

Inikah makna ramadhan?

Memang tidak ada yang salah dengan cara diatas, namun seyogyanya kita juga tidak melupakan makna dari Ramadhan itu sendiri. Yaitu kesederhanaan. Begitupun dengan idul fitri. Tidak ada pula yang salah dengan niat mulia kita untuk menyediakan makanan lezat bagi suami saat berbuka, ataupun baju baru untuk anak-anak tersayang. Tapi sebaiknya semua dalam batasan yang wajar dan tidak berlebihan.
Sekali-kali memanjakan diri dengan menikmati buka puasa di restoran ataupun memasak makanan berbuka yang wah boleh-boleh saja. Tetapi sebaiknya tetap diimbangi dengan keinginan untuk berbagi kepada sesama.

bukankah lebih indah jika kaum dhuafa juga turut merasakan makanan berbuka yang nikmat dan lezat seperti yang kita rasakan.

Semoga saya juga mampu berbuat seperti itu. amin:D
0 Responses

Posting Komentar